Sekedar memicu hasrat bercerita dengan menuangkan kata pada media kosong yang abadi temani tanpa celoteh.
Membungkam semua rasa yang tercurah, diam dan tenang.
Tanpa berkomentar atau menghardik, begitu sunyi.
Malam ini seperti biasa aku berbagi cerita dengan mereka, bukan sejenis manusia, hanya semodel benda tanpa nyawa tapi begitu berharga.
Di hadapan mereka, ku tuangkan ungkapan getir, terluka, kecamuk, gelisah, harap, doa, pengabaian, ketidakadilan, kebahagiaan juga, tetapi berbeda sesi tentunya.
Menyesal ketika spontan tak menghampiri pribadiku ketika seseorang berusaha melemahkan keadaanku, berharap semua kan berubah semacam dongeng bahwa bahagia pasti di akhir, buta ini bukan dunia cermin, ini dunia nyata yang tak tergenggam oleh orang orang sepertiku.
Kini di balik cerita hanya dapat termangu merangkai segala macam jenis kata yang indah tak menyakitkan yang akan ku luncurkan nantinya, menimang sejauh mana tega akan menggerogotiku.
Sebenarnya gaung ku di masa lalu sering memperingatkan, tetapi aku terlampau bahagia dulu, memang bahagia di awal selalu menjadi salah satu kesalahan buatku, karena mungkin takan tersedia lagi bahagia di akhir nanti.
Rasanya hampir di setiap kesempatan, kekecewaan melukis hari.
Ingin bisa melalui semua dengan anggun seperti yang disarankan oleh pak Mario Teguh, tapi memang tak semudah yang diperkirakan.
Hanya diam dan berpura pura semua baik baik saja, itulah caraku menyembunyikan segala bentuk titik air mata yang kadang tak ku izinkan terurai, senyum masam sering pura-pura ku hadirkan, hanya agar mereka berpikir bahwa tak pernah ada masalah atau kesakitan yang menghinggapiku.
Karena hingga sejauh ini tak ada yang rela cukup mendengar dan memberi pelukan manis pada setiap uraian uraian tak berarti ini, kecuali media kosong dan Dia Yang Maha Tahu.
0 Comments:
Posting Komentar